Amazon Berries


Mitos dan fakta tentang kanker payudara

Mitos dan fakta kanker payudara – Banyaknya mitos yang beredar, menyebabkan banyak orang salah beranggapan tentang kanker payudara. Misalnya, banyak mengkonsumsi kafein atau penggunaan mammograms, dapat memicu kanker payudara padahal sebagian besar mitos tersebut tidak terbukti.
Berikut ini  beberapa Mitos dan fakta kanker payudara yang berkembang di kalangan masyarakat, tapi bagaimana yang sebenarnya?
  1. Mitos: Perempuan dengan latar belakang keluarga pengidap kanker payudara, akan terkena kanker payudara.
    Fakta : Kebanyakan atau sekitar Sekitar 70% perempuan penderita kanker payudara, justru tidak memiliki latar belakang tersebut. Namun, jika ada keluarga terdekat (misalnya ibu, anak, saudara perempuan atau nenek) Anda yang mengidap kanker payudara, artinya resiko Anda terkena kanker payudara, meningkat.Lakukan pemeriksaan mamografi 5 tahun sebelum usia mereka didiagnosis terkena kanker. Namun, kebanyakan perempuan yang terkena kanker payudara tidak memiliki riwayat keluarga yang terkena kanker.
  2. Mitos : Mengenakan bra berkawat dapat meningkatkan resiko terkena penyakit kanker payudara.
    Fakta : Teori bahwa penggunaan bra berkawat dapat memampatkan saluran limfatik, menjadikan racun menumpuk sehingga menyebabkan kanker, telah dibantah. Karena, penggunaan bra atau jenis pakaian dalam lainnya tidak memicu terjadinya kanker.
  3. Mitos: Perempuan dengan payudara kecil, lebih kecil beresiko terkena penyakit kanker payudara.
    Fakta: Ukuran payudara tidak mempengaruhi kanker payudara, hanya saja, ukuran payudara yang besar, menjadikan kanker lebih sulit untuk dideteksi.
  4. Mitos: Setiap benjolan di payudara sudah pasti kanker payudara ganas?
    Fakta : Belum tentu. Selain benjolan, gejala awal kanker payudara adalah pembengkakan, iritasi, puting menjadi kemerahan atau bersisik. Kanker payudara juga dapat menyebar hingga ke bagian ketiak.
    Sebaiknya pastikan dahulu apakah benjolan itu padat atau berisi cairan. Bila cairan, dapat langsung disedot dengan jarum dan biasanya jinak. Bila padat. sebaiknya diambil dan diperiksa di laboraturium patologi anatomi untuk ditentukan apakah ganas.
  5. Mitos : Sering mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan kanker payudara.
    Fakta : Tidak ada hubungan sebab-akibat antara mengkonsumsi kafein dengan penyakit kanker payudara. Pada kenyataannya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kafein dapat benar-benar menurunkan risiko kanker. Sejauh ini tidak ada bukti meyakinkan apakah nyeri payudara mungkin berhubungan dengan kafein.
  6. Mitos : Wanita yang kelebihan berat badan, memiliki tingkat resiko yang sama dengan wanita yang memiliki berat badan normal.
    Fakta : Penderita obesitas memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker payudara, terutama setelah memasuki masa menopause.
  7. Mitos: Mamogram dapat menyebabkan kanker payudara menyebar.
    Fakta: Mamogram adalah tes baku untuk pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar X untuk mengambil foto jaringan. Sinar X dan tekanan mesin mamogram pada payudara tidak menyebabkan kanker menyebar. Mammograms dapat mendeteksi adanya benjolan jauh lebih dulu sebelum Anda merasakan adanya masalah di payudara Anda.
    Disarankan untuk melakukan screening mammogram setiap satu atau dua tahun sekali, terutama setelah memasuki usia empat puluh tahun.
  8. Mitos: Setiap penderita kanker payudara pasti akan meninggal.
    Fakta: Jika ditemukan dalam keadaan dini, kanker payudara bisa diobati dan disembuhkan.
  9. Mitos: Buah merah bisa menyembuhkan kanker payudara.
    Fakta: Tidak ada penelitian yang membuktikan buah merah ampuh mengatasi kanker payudara.
  10. Mitos: Pria bebas dari kanker payudara.
    Fakta: Pria juga dapat terkena kanker payudara walau persentasenya lebih kecil daripada perempuan. Jumlahnya, sekitar 1%. Kanker payudara pada pria juga berbahaya. Penyebaran kanker payudara pada pria lebih cepat karena jaringan sekitar payudara pria lebih tipis dari perempuan sehingga tahap awal mungkin sudah terjadi pelekatan pada jaringan sekitarnya.
  11. Mitos: Semua jenis kemoterapi menyebabkan kerontokan pada rambut.
    Fakta: Tidak selalu, bergantung pada jenis kemoterapi, dosis yang digunakan, dan jumlah obat. Ini merupakan efek samping dari kemoterapi yang biasanya terjadi 3 minggu setelah kemoterapi dimulai.
  12. Mitos: Bayi yang mendapatkan susu dari ibu yang menderita kanker payudara, memiliki resiko mengalami kanker payudara.
    Fakta: Penelitian menunjukan bahwa sel kanker tidak dapat terbawa melalui air susu. Sehingga mitos tersebut tidak terbukti.
  13. Mitos: Kanker payudara dapat disebabkan oleh adanya luka di payudara.
    Fakta: Tidak ada bukti yang menunjukkan benturan pada payudara dapat meningkatkan resiko terkena kanker payudara.
  14. Mitos: Pemeriksaan payudara mencegah kanker payudara.
    Fakta: Pemeriksaan payudara bertujuan mendeteksi dini kanker payudara dan tidak dapat mencegah kanker payudara.
  15. Mitos: Kanker payudara terutama menyerang perempuan berusia antara 30 dan 50 tahun.
    Fakta: Penelitian menyebutkan 77% kasus kanker payudara muncul di usia di atas 50 tahun.
  16. Mitos: Aspirin bisa mencegah kanker payudara.
    Fakta: Aspirin belum dapat dibuktikan sebagai pencegah kanker payudara, sebab belum ada penelitian yang luas untuk masalah tersebut. Walaupun secara teoritis bisa.
  17. Mitos: Payudara yang sering di remas-remas, beresiko mengalami kanker.
    Fakta: Meremas payudara (misalnya saat berhubungan intim) tidak terbukti dapat mengakibatkan kanker payudara.
  18. Mitos: Menggunakan deodoran dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara
    Fakta: Menurut National Cancer Institute (NCI), tidak ada bukti konkrit yang mengaitkan penggunaan deodoran dengan kanker payudara.
Itulah sedikit cuplikan beberapa Mitos dan fakta kanker payudara yang berkembang dimasyarakat. jangan terpengaruh akan mitos, ikuti saran dokter atau ahli kesehatan yang anda tunjuk.


Sumber Obatherbal-murah

Hipertensi dapat merusak kemampuan kognitif otak

Hipertensi atau Tekanan darah tinggi identik dengan penyakit jantung. Tapi sebuah studi baru mengungkapkan bahwa hipertensi, terutama pada arteri yang menyuplai darah ke kepala dan leher dapat dikaitkan dengan penurunan kemampuan kognitif otak.

Tim peneliti dari Australia mengatakan bahwa penderita tekanan darah tinggi di arteri atau pembuluh darah sentral, termasuk aorta dan arteri karotis (pembuluh yang memasok darah ke bagian leher dan kepala) mempunyai skor tes pemrosesan visual yang lebih rendah, termasuk kecepatan berpikir lebih lambat alias lelet dan kemampuan rekognisi (mengenali sesuatu) yang lebih buruk.

"Biasanya pengukuran tekanan darah diambil dari arteri brachial di lengan, tapi ternyata mengamati kondisi arteri sentral bisa jadi cara yang lebih sensitif untuk menilai kemampuan kognitif seseorang. Sebab arteri sentral mengendalikan aliran darah ke otak secara langsung," tandas peneliti Matthew Pase dari Center for Human Psychopharmacology, Swinburne University, Melbourne.

"Jadi jika kita dapat memperkirakan tekanan darah di arteri sentral, maka kita dapat memprediksi fungsi kognitif dan penurunan kognitif yang mungkin saja terjadi pada seseorang," tambahnya.

Dalam studi tersebut, Pase dan rekan-rekannya mengamati yang manakah dari pengukuran tekanan darah yang dilakukan dari lengan dengan arteri sentral yang memiliki keterkaitan kuat dengan kemampuan kognitif seseorang.

Dalam hal ini peneliti melibatkan 493 partisipan asal Australia berusia 20-82 tahun. Sebagian besar peneliti merupakan ras Kaukasia dan bukan perokok yang tidak memiliki riwayat stroke ataupun demensia.

Kemudian partisipan diminta melakukan sejumlah tugas untuk mengukur berbagai jenis kemampuan kognitif seperti pemrosesan visual, daya ingat, kemampuan rekognisi (mengenali sesuatu) dan kecepatan memproses informasi. Tak lupa peneliti juga mengukur tekanan darah partisipan baik dari lengan maupun arteri sentral.

Hasilnya, tekanan darah tinggi pada arteri brachial dikaitkan dengan performa dalam tes pemrosesan visual yang lebih buruk. Namun tekanan darah tinggi pada arteri sentral dikaitkan dengan buruknya perfoma pada tes-tes kognitif lainnya, termasuk pemrosesan visual, rekognisi dan kecepatan memproses informasi.

"Hal ini menunjukkan bahwa tekanan darah sentral merupakan alat prediksi yang lebih sensitif terkait penuaan kognitif," simpul Pase seperti dilansir Foxnews.

Pase menduga seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka arteri utamanya mengencang dan dengan elastisitas yang semakin berkurang, otak menerima lebih banyak darah yang tekanannya tinggi, yang pada akhirnya dapat merusak kemampuan kognitif otak.

Studi ini akan dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science.




Sumber

Bayi dan anak-anak memiliki bahaya lebih besar mengidap kanker ketimbang orang dewasa akibat radiasi, semisal dalam peristiwa nuklir, kata laporan ilmiah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Jumat.

Anak-anak ternyata lebih peka daripada orang dewasa untuk mengidap 25 persen dari jenis tumor, termasuk leukemia serta kanker tiroid, otak dan payudara, kata laporan itu.

"Ancaman itu secara berarti lebih tinggi, tergantung pada keadaannya," kata Komite Ilmiah PBB untuk Dampak Radiasi Atom (UNSCEAR) dalam pernyataan.

UNSCEAR mengatakan mulai menyusun laporan itu pada 2011, tahun saat terjadi kejadian nuklir Fukushima di Jepang, meskipun bencana terburuk sejak 25 tahun tersebut tidak disebutkan dalam laporan itu. Komite pada Mei mengatakan bahwa angka penderita kanker diperkirakan tidak akan meningkat setelah tragedi Fukushima.

Studi terhadap insiden Chernobyl pada 1986 di Ukraina menunjukkan keterkaitan kanker tiroid dengan radioaktif iodine. Tiroid merupakan organ paling parah terpapar karena radioaktif terkumpul di organ tersebut. Anak-anak terutama paling rawan terimbas.

Laporan yang diajukan kepada Majelis Umum PBB pada Jumat itu mengatakan anak-anak dan dewasa harus dipertimbangkan secara terpisah untuk bisa memperkirakan risiko secara lebih akurat.

"Karena perbedaan anatomi dan fisiologi mereka, paparan radiasi mempunyai imbas yang berbeda pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa," kata Fred Mettler, ketua tim pakar UNSCEAR.

"Tidak direkomendasikan untuk menggunakan generalisasi yang sama dengan orang dewasa, ketika mempertimbangkan risiko dan efek radiasi saat kanak-kanak," imbuh dia.Anak-anak umumnya disamakan dengan dewasa dalam riset-riset epidemiologi, kata komite tersebut.

UNSCEAR mengatakan, telah mengkaji 23 tipe kanker, beberapa diantaranya "sangat relevan untuk mengevaluasi konsekuensi radiologi" dari tragedi nuklir dan beberapa prosedur medis.

Pada sekitar 15 persen tipe kanker seperti kanker kolon, anak-anak memiliki sensitifitas yang sama dengan dewasa, dan pada 10 persen tipe kanker seperti tipe yang menyerang paru-paru, anak-anak kurang sensitif dibandingkan dewasa, kata laporan itu.

"Data ini terlalu lemah untuk mengambil kesimpulan terhadap 20 persen tipe kanker," kata UNSCEAR. "Ada kaitan lemah ataupun tidak nyata antara paparan dan risiko pada setiap tingkatan usia untuk 30 persen tipe kanker."



Sumber: Antara

Para ilmuwan di Inggris mengatakan mereka selangkah lebih dekat untuk mengembangkan tes darah guna mengidentifikasi apakah seorang perempuan kemungkinan akan mengidap kanker payudara dalam hidupnya di kemudian hari.

Para peniliti di Imperial College London mengidentifikasi kaitan kuat antara kanker dan perubahan molekuler pada gen sel darah putih.

Dr James Flanagan, salah satu peneliti, mengatakan penemuan tersebut sangat penting dan diperlukan pengembangan lebih lanjut.

"Apa yang kami cari, apa yang telah kami temukan adalah satu gen. Kami ingin menemukan di seluruh genom berapa banyak yang bisa mempengaruhi risiko dan merangkum semua informasi ini secara keseluruhan," kata Dr James Flanagan.

Menurutnya, informasi tersebut akan disusun dalam bentuk model komputer sehingga bisa diteruskan kepada pasien apakah ia menghadapi risiko rendah atau tinggi.

Gaya hidup

Perempuan yang menunjukkan perubahan gen paling tinggi tercatat dua kali lipat kemungkinan mengalami kanker.

Para ilmuwan menganalisa sampel darah sebanyak 1.380 perempuan dari berbagai kelompok umur. Sebanyak 640 di antara mereka mengalami kanker payudara.

Menurut mereka, dengan mengidentifikasi perempuan yang berisiko pada tahap dini bisa membantu mereka mengubah gaya hidup guna mencegah penyakit atau meningkatkan peluang mengalahkan penyakit itu.

Mereka mengatakan pemeriksaan darah sederhana ini bisa tersedia dalam waktu lima hingga 10 tahun mendatang.

Sumber: BBC Indonesia

Cegah kanker payudara dengan rutin berjalan kaki

Berjalan kaki satu jam sehari sepanjang pekan dapat menurunkan risiko kanker payudara secara signifikan bagi perempuan pasca menopause.

Laporan ini datang dari Komunitas Kanker Amerika yang meneliti 73.000 perempuan selama 17 tahun. Mereka mengatakan ini merupakan riset pertama yang secara spesifik mengkaitkan jalan kaki dengan penurunan risiko kanker.

Sementara itu, pakar di Inggris mengatakan temuan ini memperkuat dugaan bahwa gaya hidup mempengaruhi risiko kanker.

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga amal Ramblers menemukan bahwa seperempat orang berusia lanjut hanya berjalan kaki sekitar satu jam sepekan.

Padahal menjadi aktif merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko kanker.

Aktivitas rekreasi

Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention ini mengamati perkembangan penyakit kanker pada 73.000 perempuan berusia lanjut.

Mereka diminta untuk mengisi kuisioner tentang kesehatan mereka dan seberapa banyak mereka melakukan aktivitas seperti berjalan, berenang, dan aerobik. Mereka juga ditanya seberapa lama mereka menghabiskan waktu untuk duduk, menonton televisi atau membaca.

Mereka mengisi kuisioner yang sama dalam interval dua tahun pada periode 1997 dan 2009.

Dari seluruh perempuan yang diteliti, 47% dari mereka mengatakan kegiatan rekreasional mereka hanyalah berjalan kaki.

Mereka yang berjakan kaki setidaknya tujuh jam sepekan memiliki risiko 14% lebih rendah dibandingkan dengan perempuan yang berjalan kaki di bawah tiga jam sepekan.

Dr Alpa Patel, ahli epidemiologi di Komunitas Kanker Amerika di Atlanta Georgia, AS, yang memimpin penelitian, mengatakan: "Mempromosikan berjalan kaki sebagai kegiatan waktu luang yang sehat bisa menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan aktivitas fisik perempuan pasca-menopause.

"Kami sangat senang menemukan bahwa tanpa kegiatan rekreasi lainnya, berjalan satu jam per hari bisa berperan dalam mengurangi risiko kanker payudara.

"Aktivitas yang lebih berat dan lebih lama tentu bisa terus menurunkan risiko."

Kepala eksekutif Kampanye Kanker Payudara di Inggris, Baroness Delyth Morgan, mengatakan: "Riset ini menambah bukti baru bahwa pilihan gaya hidup dapat berperan dalam menurunkan risiko kanker, bahkan perubahan kecil dalam keseharian dapat membuat perbedaan.

"Kita tahu bahwa senjata terampuh untuk mengatasi kanker payudara adalah dengan mencegahnya."


Sumber: BBC Indonesia

Risiko kanker ternyata dapat dihindari dengan cara yang tidak sulit. Penyuluh kanker Yayasan Peduli Kanker Indonesia D.Nurcahyo dalam suatu penyuluhan kanker pekan ini di Jakarta menuturkan bahwa terdapat cara mudah menghindari kanker.

Pertama, perbanyak konsumsi antioksidan. Bahan makanan yang banyak mengandung anti oksidan ialah sayuran seperti brokoli, sawi hijau, pare, tomat, wortel, seledri, daun pepaya dan kacang-kacangan.

Sementara untuk buah-buahan ialah, pepaya, apel, anggur, pir, melon, semangka dan jambu biji merah.  Kemudian untuk lauk pauk, anti oksidan dapat ditemukan di tempe dan ikan laut.

Kedua, perbanyak minum air putih. Nurcahyo menyarankan konsumsi air putih sekitar  10-12 gelas/ hari.  Ia menambahkan waktu yang tepat untuk mengonsumsi air putih yakni saat bangun tidur, sebelum dan sesudah makan dan menjelang tidur.

Ketiga, olahraga teratur.

Keempat, jika perlu lakukan imunoterapi. Cara ini menurut Nurcahyo merupakan satu upaya menangkal sel-sel kanker dengan cara meningkatkan reaksi kekebalan tubuh.

Kanker merupakan tumor yang sudah berubah menjadi ganas.

Secara umum, penderita kanker akan mengalami sejumlah keluhan yakni: buang air besar tidak tuntas dan tak teratur, feses (tinja) berwarna hitam kemerah-merahan, sesak nafas walaupun tidak menderita asma dan berat badan turun drastis tanpa diet.

Sumber: Antara
Diberdayakan oleh Blogger.